Haflah Khotmil Qur'an

Haflah Khotmil Qur'an

Haflah Khotmil Qur'an

Haflah Khotmil Qur'an

Haflah Khotmil Qur'an

Senin, 19 Maret 2012

Kisah Wanita Yang Selalu Berbicara Dengan Bahasa Al-Qur'an


Semoga Catatan ini bisa menjadi bahan Renungan Buat Kita Tentang Pentingnya menjaga Lidah Kita karena kelak semua yang keluar dari mulut kita akan dimintai pertangungjawaban.

Berkata Abdullah bin Mubarak Rahimahullahu Ta’ala :

Saya berangkat menunaikan Haji ke Baitullah Al-Haram, lalu berziarah ke makam Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam. Ketika saya berada disuatu sudut jalan, tiba-tiba saya melihat sesosok tubuh berpakaian yang dibuat dari bulu. Ia adalah seorang ibu yang sudah tua. Saya berhenti sejenak seraya mengucapkan salam untuknya. Terjadilah dialog dengannya beberapa saat.

Dalam dialog tersebut wanita tua itu , setiap kali menjawab pertanyaan Abdulah bin Mubarak, dijawab dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an. Walaupun jawabannya tidak tepat sekali, akan tetapi cukup memuaskan, karena tidak terlepas dari konteks pertanyaan yang diajukan kepadanya.

Abdullah : “Assalamu’alaikum warahma wabarakaatuh.”
Wanita tua : “Salaamun qoulan min robbi rohiim.” (QS. Yaasin : 58) (artinya : “Salam sebagai ucapan dari Tuhan Maha Kasih”)

Abdullah : “Semoga Allah merahmati anda, mengapa anda berada di tempat ini?”
Wanita tua : “Wa man yudhlilillahu fa la hadiyalahu.” (QS : Al-A’raf : 186 ) (“Barang siapa disesatkan Allah, maka tiada petunjuk baginya”)

Dengan jawaban ini, maka tahulah saya, bahwa ia tersesat jalan.

Abdullah : “Kemana anda hendak pergi?”
Wanita tua : “Subhanalladzi asra bi ‘abdihi lailan minal masjidil haraami ilal masjidil aqsa.” (QS. Al-Isra’ : 1) (“Maha suci Allah yang telah menjalankan hambanya di waktu malam dari masjid haram ke masjid aqsa”)

Dengan jawaban ini saya jadi mengerti bahwa ia sedang mengerjakan haji dan hendak menuju ke masjidil Aqsa.

Abdullah : “Sudah berapa lama anda berada di sini?”
Wanita tua : “Tsalatsa layaalin sawiyya” (QS. Maryam : 10) (“Selama tiga malam dalam keadaan sehat”)

Abdullah : “Apa yang anda makan selama dalam perjalanan?”
Wanita tua : “Huwa yut’imuni wa yasqiin.” (QS. As-syu’ara’ : 79) (“Dialah pemberi aku makan dan minum”)

Abdullah : “Dengan apa anda melakukan wudhu?”
Wanita tua : “Fa in lam tajidu maa-an fatayammamu sha’idan thoyyiban” (QS. Al-Maidah :6) (“Bila tidak ada air bertayamum dengan tanah yang bersih”)

Abdullah : “Saya mempunyai sedikit makanan, apakah anda mau menikmatinya?”
Wanita tua : “Tsumma atimmus shiyaama ilallaiil.” (QS. Al-Baqarah : 187) (“Kemudian sempurnakanlah puasamu sampai malam”)

Abdullah : “Sekarang bukan bulan Ramadhan, mengapa anda berpuasa?”
Wanita tua : “Wa man tathawwa’a khairon fa innallaaha syaakirun ‘aliim.” (QS. Al-Baqarah:158) (“Barang siapa melakukan sunnah lebih baik”)

Abdullah : “Bukankah diperbolehkan berbuka ketika musafir?”
Wanita tua : “Wa an tashuumuu khoirun lakum in kuntum ta’lamuun.” (QS. Al-Baqarah :184) (“Dan jika kamu puasa itu lebih utama, jika kamu mengetahui”)

Abdullah : “Mengapa anda tidak menjawab sesuai dengan pertanyaan saya?”
Wanita tua : “Maa yalfidhu min qoulin illa ladaihi roqiibun ‘atiid.” (QS. Qaf : 18) (“Tiada satu ucapan yang diucapkan, kecuali padanya ada Raqib Atid”)

Abdullah : “Anda termasuk jenis manusia yang manakah, hingga bersikap seperti itu?”
Wanita tua : “Wa la taqfu ma laisa bihi ilmun. Inna sam’a wal bashoro wal fuaada, kullu ulaaika kaana ‘anhu mas’ula.” (QS. Al-Isra’ : 36) (“Jangan kamu ikuti apa yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan dan hati, semua akan dipertanggung jawabkan”)

Abdullah : “Saya telah berbuat salah, maafkan saya.”
Wanita tua : “Laa tastriiba ‘alaikumul yauum, yaghfirullahu lakum.” (QS.Yusuf : 92) (“Pada hari ini tidak ada cercaan untuk kamu, Allah telah mengampuni kamu”)

Abdullah : “Bolehkah saya mengangkatmu untuk naik ke atas untaku ini untuk melanjutkan perjalanan, karena anda akan menjumpai kafilah yang di depan.”
Wanita tua : “Wa maa taf’alu min khoirin ya’lamhullah.” (QS Al-Baqoroh : 197) (“Barang siapa mengerjakan suatu kebaikan, Allah mengetahuinya”)

Lalu wanita tua ini berpaling dari untaku, sambil berkata :

Wanita tua : “Qul lil mu’miniina yaghdudhu min abshoorihim.” (QS. An-Nur : 30) (“Katakanlah pada orang-orang mukminin tundukkan pandangan mereka”)

Maka saya pun memejamkan pandangan saya, sambil mempersilahkan ia mengendarai untaku. Tetapi tiba-tiba terdengar sobekan pakaiannya, karena unta itu terlalu tinggi baginya.
Wanita itu berucap lagi.

Wanita tua : “Wa maa ashobakum min mushibatin fa bimaa kasabat aidiikum.” (QS. Asy-Syura’ 30) (“Apa saja yang menimpa kamu disebabkan perbuatanmu sendiri”)

Abdullah : “Sabarlah sebentar, saya akan mengikatnya terlebih dahulu.”
Wanita tua : “Fa fahhamnaaha sulaiman.” (QS. Anbiya’ 79) (“Maka kami telah member pemahaman pada nabi Sulaiman”)

Selesai mengikat unta itu saya pun mempersilahkan wanita tua itu naik.

Abdullah : “Silahkan naik sekarang.”
Wanita tua : “Subhaanalladzi sakhkhoro lana hadza wa ma kunna lahu muqriniin, wa inna ila robbinaa munqolibuun.” (QS. Az-Zukhruf : 13-14) (“Maha suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini pada kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Sesungguhnya kami akan kembali pada tuhan kami”)

Saya pun segera memegang tali unta itu dan melarikannya dengan sangat kencang. Wanita tua itu berkata lagi.

Wanita tua : “Waqshid fi masyika waghdud min shoutik” (QS. Lukman : 19) (“Sederhanakan jalanmu dan lunakkanlah suaramu”)

Lalu jalannya unta itu saya perlambat, sambil mendendangkan beberapa syair, Wanita tua itu berucap.

Wanita tua : “Faqraa-u maa tayassara minal qur’aan” (QS. Al- Muzammil : 20) (“Bacalah apa-apa yang mudah dari Al-Qur’an”)

Abdullah : “Sungguh anda telah diberi kebaikan yang banyak.”
Wanita tua : “Wa maa yadzdzakkaru illa uulul albaab.” (QS Al-Baqoroh : 269) (“Dan tidaklah  mengingat Allah itu kecuali orang yang berilmu”)

Dalam perjalanan itu saya bertanya kepadanya.

Abdullah : “Apakah anda mempunyai suami?”
Wanita tua : “Laa tas-alu ‘an asy ya-a in tubda lakum tasu’kum” (QS. Al-Maidah : 101) (“Jangan kamu menanyakan sesuatu, jika itu akan menyusahkanmu”)

Ketika berjumpa dengan kafilah di depan kami, saya bertanya kepadanya.

Abdullah : “Adakah orang anda berada dalam kafilah itu?”
Wanita tua : “Al-maalu wal banuuna zinatul hayatid dunya.” (QS. Al-Kahfi : 46) (“Adapun harta dan anak-anak adalah perhiasan hidup di dunia”)

Baru saya mengerti bahwa ia juga mempunyai anak.

Abdullah : “Bagaimana keadaan mereka dalam perjalanan ini?”
Wanita tua : “Wa alaamatin wabin najmi hum yahtaduun” (QS. An-Nahl : 16) (“Dengan tanda bintang-bintang mereka mengetahui petunjuk”)

Dari jawaban ini dapat saya fahami bahwa mereka datang mengerjakan ibadah haji mengikuti beberapa petunjuk. Kemudian bersama wanita tua ini saya menuju perkemahan.

Abdullah : “Adakah orang yang akan kenal atau keluarga dalam kemah ini?”
Wanita tua : “Wattakhodzallahu ibrohima khalilan” (QS. An-Nisa’ : 125) (“Kami jadikan ibrahim itu sebagai yang dikasihi”) “Wakallamahu musa takliima” (QS. An-Nisa’ : 146) (“Dan Allah berkata-kata kepada Musa”) “Ya yahya khudil kitaaba biquwwah” (QS. Maryam : 12) (“Wahai Yahya pelajarilah alkitab itu sungguh-sungguh”)

Lalu saya memanggil nama-nama, ya Ibrahim, ya Musa, ya Yahya, maka keluarlah anak-anak muda yang bernama tersebut. Wajah mereka tampan dan ceria, seperti bulan yang baru muncul. Setelah tiga anak ini datang dan duduk dengan tenang maka berkatalah wanita itu.

Wanita tua : “Fab’atsu ahadaku bi warikikum hadzihi ilal madiinati falyandzur ayyuha azkaa tho’aaman fal ya’tikum bi rizkin minhu.” (QS. Al-Kahfi : 19) (“Maka suruhlah salah seorang dari kamu pergi ke kota dengan membawa uang perak ini, dan carilah makanan yang lebih baik agar ia membawa makanan itu untukmu”)

Maka salah seorang dari tiga anak ini pergi untuk membeli makanan, lalu menghidangkan di hadapanku, lalu perempuan tua itu berkata :

Wanita tua : “Kuluu wasyrobuu hanii’an bima aslaftum fil ayyamil kholiyah” (QS. Al-Haqqah : 24) (“Makan dan minumlah kamu dengan sedap, sebab amal-amal yang telah kamu kerjakan di hari-hari yang telah lalu”)

Abdullah : “Makanlah kalian semuanya makanan ini. Aku belum akan memakannya sebelum kalian mengatakan padaku siapakah perempuan ini sebenarnya.”

Ketiga anak muda ini secara serempak berkata :

“Beliau adalah orang tua kami. Selama empat puluh tahun beliau hanya berbicara
mempergunakan ayat-ayat Al-Qur’an, hanya karena khawatir salah bicara.”

Maha suci zat yang maha kuasa terhadap sesuatu yang dikehendakinya. Akhirnya saya pun berucap :

“Fadhluhu yu’tihi man yasyaa’ Wallaahu dzul fadhlil adhiim.” (QS. Al-Hadid : 21)
(“Karunia Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendakinya, Allah adalah
pemberi karunia yang besar”)

[Disarikan oleh: DHB Wicaksono, dari kitab Misi Suci Para Sufi, Sayyid Abubakar bin Muhammad Syatha, hal. 161-168] dari Situs Al-Muhajir Shared By Kisah Penuh Hikmah http://virouz007.wordpress.com/

***
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang dikerjakan oleh kedua tangannya Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya. (QS. 18:57)

*** 



Minggu, 18 Maret 2012

Doa Ketika Angin Kencang

Asy-Syaikh Ibu 'Utsaimin  rahimahullah menjelaskan bahwa angin itu ada jenis:
1.  Angin yang bertiup biasa dan tidak menakutkan. Tidak disunnahkan untuk mengucapkan dzikir tertentu.
2.  Angin yang bertiup kencang dan menakutkan. Bila angin bertiup kencang maka kita tidak bisa mencelanya, tetapi mengucapkan zikir sebagaimana dzikir Nabi  Shallallahu 'alaihi Wasallam. [Diringkas dari Syarh Riyadhus Shalihin].

اللهم إني أسألك خيرها وخير ما فيها وخير ما أرسلت به

وأعوذ بك من شرها وشر ما فيها وشر ما أرسلت به


"Allahumma innii as'aluka khairaha wa khaira maa fiihaa wa khaira maa ursilat bihi Wa a'udzu bika min syarriha wa syarri maa fiihaa wa syarri maa ursilat bihi" 

Artinya : 
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, dan kebaikan yang ada padanya, dan kebaikan apa yang dibawanya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya, dan kejelekan yang ada padanya, dan kejelekan apa yang dibawanya."
(HR. Muslim no. 2082, Kitab Shalatil Istisqa`, bab berlindung kepada Allah SWT ketika melihat angin ...., Dari Aisyah radhiyallahu 'anha)

Doa Lain Saat Angin Bertiup Kencang :

Dari Salamah bin 'Amr bin Al Akwa'  radhiyallahu 'anhu,  berkata: " Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam ketika angin bertiup kencang, beliau berdoa:

"Allahumma Laqihan Laa 'aqiima"

Artinya :
Ya Allah, datangkan angin ini dengan membawa air bukan angin tanpa membawa air) " 

Jumat, 16 Maret 2012

Doa Ketika Turun Hujan


Dari Sahl bin a'ad Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu' alaihi wasallam bersabda :
" Dua doa yang tidak pernah ditolak; doa pada waktu adzan dan doa pada waktu kehujanan ".

Imam An-Nawawi berkata bahwa penyebab doa pada waktu kehujanan tidak ditolak atau jarang ditolak dikarenakan pada saat itu sedang turun rahmat khususnya curahan hujan pertama di awal musim. (Fathul Qadir 3/340).

Dari Aisyah bahwasanya Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dahulu saat melihat hujan beliau berdo'a :
ALLAAHUMMA SHOYYIBAN NAA FI'AN

Artinya : "Ya Allah, jadikanlah (hujan ini) hujan yang bermanfaat". (HR.Bukhari)

Ibnu Hajar al Asqolani rahimahullah menjelaskan,bahwa do'a tersebut dianjurkan (untuk dibaca) setelah hujan turun demi mendapatkan kebaikan dan keberkahan yang lebih.  (Fathul Bari, Jilid 2, hal.659). 

Sedangkan Imam an Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa hal itu dilakukan ketika mulai turun hujan, sebagaimana hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata :
"Kami pernah kehujanan ketika bersama Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Lalu beliau  shalallahu 'alaihi wasallam  menyingkap bajunya sampai ia terguyur air hujan. Maka itu kami bertanya: "Ya Rasulullah, mengapa engkau lakukan hal demikian? Beliau  shalallahu 'alaihi wasallam  menjawab: "Karena hujan itu baru mengenal Rabb-nya ta'ala. (HR.Ahmad, jilid 3, hal.133 dan 267, Al Bukhari dalam kitab al Adab al Mufrad, no.571, Muslim, no.898, Abu Dawud, no.5100, an Nasa'I di as Sunan al Kubra, no.1849)

Jumat, 09 Maret 2012

KISAH ASAL USUL HAJAR ASWAD


Ketika Nabi Ibrahim a.s bersamaanaknya membina Kaabah banyak kekurangan yang dialaminya. Pada mulanya Kaabahitu tidak ada bumbung dan pintu masuk. Nabi Ibrahim a.s bersama Nabi Ismailbertungkus kumus untuk menjayakan pembinaannya dengan mengangkut batu dariberbagai gunung.
Dalam sebuah kisah disebutkanapabila pembinaan Kaabah itu selesai, ternyata Nabi Ibrahim masih merasakankekurangan sebuah batu lagi untuk diletakkan di Kaabah.
Nabi Ibrahim berkata Nabi Ismailberkata, "Pergilah engkau mencari sebuah batu yang akan aku letakkansebagai penanda bagi manusia."

Kemudian Nabi Ismail a.s punpergi dari satu bukit ke satu bukit untuk mencari batu yang baik dan sesuai.Ketika Nabi Ismail a.s sedang mencari batu di sebuah bukit, tiba-tiba datangmalaikat Jibril a.s memberikan sebuah batu yang cantik. Nabi Ismail dengansegera membawa batu itu kepada Nabi Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim a.s. merasagembira melihat batu yang sungguh cantik itu, beliau menciumnya beberapa kali.Kemudian Nabi Ibrahim a.s bertanya, "Dari mana kamu dapat batu ini?"


Nabi Ismail berkata, "Batuini kuterima daripada yang tidak memberatkan cucuku dan cucumu (Jibril)."
Nabi Ibrahim mencium lagi batu itu dan diikuti oleh Nabi Ismail a.s. Sehingga sekarang Hajar Aswad itu diciumoleh orang-orang yang pergi ke Baitullah. Siapa saja yang bertawaf di Kaabahdisunnahkan mencium Hajar Aswad. Beratus ribu kaum muslimin berebut inginmencium Hajar Aswad itu, yang tidak mencium cukuplah dengan memberikan isyaratlambaian tangan saja.
Ada riwayat menyatakan bahwa dulunya batuHajar Aswad itu putih bersih, tetapi akibat dicium oleh setiap orang yangdatang menziarahi Kaabah, ia menjadi hitam seperti terdapat sekarang. Wallahua'alam.

Apabila manusia mencium batu itumaka timbullah perasaan seolah-olah mencium ciuman Nabi Ibrahim dan NabiIsmail. Ingatlah wahai saudara-saudaraku, Hajar Aswad itu merupakan tempatdiperkenan doa. Bagi yang ada kelapangan, berdoalah di sana, Insya Allah doanya akan dikabulkan olehAllah. Jagalah hati kita sewaktu mencium Hajar Aswad supaya tidak menyengutukanAllah, sebab tipu daya syaitan kuat di Tanah Suci Mekah.
Ingatlah kata-kata Khalifah Umarbin Al-Khattab apabila beliau mencium batu itu (Hajar Aswad) : "Aku tahu,sesungguhnya engkau hanyalah batu biasa. Andaikan aku tidak melihat RasulullahS.A.W menciummu, sudah tentu aku tidak akan melakukan (mencium HajarAswad)."

Minggu, 04 Maret 2012

ISTINJA' (Bercebok)

ISTINJA’


Cara Bercebok atau Istinja’

      1.      Bercebok memakai air
  • Dzakar : Laki-laki yang sudah membuang air kecil hendaknya mengurut dzakarnya, dengan cara meletakkan jari telunjuk tangan kirinya di bagian bawah dzakar sedangkan ibu jarinya berada di atasnya, atau dengan cara melangkah sebanyak tujuh puluh langkah, atau berdehem, artinya segala cara bisa dilakukan untuk meyakini semua kencingnya sudah keluar, setelah diyakini semua kencingnya keluar, maka menyiramnya dengan air.
  • Farji : Bagi perawan disunnahkan memasukkan satu jari tangan kirinya ke dalam lubang keluarnya kencing sambil menyiramnya. Sedangkan perempuan janda harus menyiram semua yang tampak dari farjinya ketika duduk berjongkok.
  • Dubur : Dalam hal ini disunnahkan menggosokkan jari tengah tangan kirinya sambil disiram hingga bersih, lalu jari tersebut dua atau tiga kali ke tanah atau tembok. (Apabila setelah istinja’ masih tercium baru jarinya maka tempat istinja’ itu dihukumi najis menurut sebagian ulama karena bau itu sebagai bukti masih tersisanya benda najis, dan ada yang mengatakan tidak najis, karena bau itu hanya membuktikan najisnya jari tersebut, sehingga menurut pendapat yang pertama sunnah mencium jemari tangan setelah istinja’ dan tidak sunah menurut pendapat kedua).
2.      Bercebok memakai batu
Batu adalah salah satu bahan untuk beristinja’. Sama dengan batu adalah benda padat yang suci, yang bisa menghilangkan kotoran, dan tidak dimuliakan syara’.

Syarat-syarat istinja’ :
  1. Keluar dari dua kemaluan (jalur depan da n belakang)
  2. Kotorannya belum kering.
  3. Kotorannya tidak melumuri bagian pantat yang merapat ketika berdiri..
  4. Tidak melumuri hasyafah (penes)
  5. Tidak terputus-putus
  6. Tidak pindah anggota lain
  7. Tidak terekena najis atau benda basah lain
  8. Diusap tiga kali
  9. Satu usapan merata pada semua tempat najis
  10. Bersihnya tempat najis (setelah istinja’)

Cara Beristinja’

      a.      Laki-laki
Untuk laki-laki cukup menggosokkan batu atau sesamanya (semua benda padat yang suci, bisa menghilangkan kotoran, dan tidak dimuliakan syara’) tiga kali di sisi yang berbeda, baik dengan memakai satu batu yang memiliki tiga sisi atau lebih atau dengan memakai tiga batu atau lebih. Praktik ini untuk kubul.
Sedangkan untuk dubur, maka disunnahkan gosokan pertama dimulai dari bagian depan pantat kanan dan diputar pelan-pelan, begitu pula gosokan kedua tapi dimulai dari bagian kiri, sedangkan untuk usapan ketiga maka digosokkan pada kedua dan wasir, setelah itu disiram dengan air.
Praktik istinja’ di dubur ini sama antara laki-laki, perempuan dan orang banci.

      b.      Perempuan
Perempuan yang masih perawan bila mau beristinja’ dengan batu maka cukup dengan menggosokkan batu ke lubang farjinya, sedangkan untuk janda maka harus menggosokkan batu pada lubang farji yang wajib dibasuh ketika mandi janabah.
Praktik istinja’ untuk perempuan ini bila dia meyakini bahwa kencingnya hanya keluar dari lubang kencingnya tanpa melumuri lubang farji (tempat masuknya dzakar, keluarnya darah haid dan sejenisnya, serta keluarnya mani), bila dia meyakini melumuri pada lubang farjinya, maka harus menggunakan air.
Praktik ini bila mengikuti pendapat ulama’ yang memperbolehkan seorang perempuan istinja’ dengan batu.

c.       Khuntsa (memiliki dua alat kelamin)
Orang yang banci bila mau beristinja’ maka alat laki-laki sama dengan praktik laki-laki, dan untuk alat perempuan sama dengan praktik perempuan. Praktik ini bila mengikuti pendapat ulama’ yang memperbolehkan seorang banci juga boleh beristinja’ dengan memakai batu.

Baca Juga : Apakah Najis itu?



"MENGABDI UNTUK BERBAKTI"

___________________________

Powered by: Blogger